[Review] Animal Farm by George Orwell

Minggu, 17 Desember 2017


Judul : Animal Farm
Penulis : George Orwell
Penerjemah : Bakdi Soemanto
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : Oktober 2016
Harga : Rp39.000
ISBN : 9786022912828

Blurb:

Suatu malam, Major, si babi tua yang bijaksana, mengumpulkan para binatang di peternakan untuk bercerita tentang mimpinya. Setelah sekian lama hidup di bawah tirani manusia, Major mendapat visi bahwa kelak sebuah pemberontakan akan dilakukan binatang terhadap manusia; menciptakan sebuah dunia di mana binatang akan berkuasa atas dirinya sendiri. 
Tak lama, pemberontakan benar-benar terjadi. Kekuasaan manusia digulingkan di bawah pimpinan dua babi cerdas: Snowball dan Napoleon. Namun, kekuasaan ternyata sungguh memabukkan. Demokrasi yang digaungkan perlahan berbelok kembali menjadi tiran di mana pemimpin harus selalu benar. Dualisme kepemimpinan tak bisa dibiarkan. Salah satu harus disingkirkan … walau harus dengan kekerasan. 
Animal Farm merupakan novel alegori politik yang ditulis Orwell pada masa Perang Dunia II sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet. Dianugerahi Retro Hugo Award untuk novela terbaik (1996) dan Prometheus Hall of Fame Award (2011), Animal Farm menjadi mahakarya Orwell yang melejitkan namanya.

“Dan, ingatlah juga bahwa di dalam perlawanan terhadap Manusia, kita tak boleh lalu ikutan menyerupai mereka. Bahkan, jika kalian berhasil mengalahkannya, jangan ditiru kejahatannya.” — halaman 9."

Sebuah keputusan berani yang kubuat untuk membaca novel semacam 'ini' tanpa perkenalan apapun. Sama sekali nggak ada rencana beli buku ini, tapi waktu di gramedia dan ngelihat bukunya, langsung tergerak buat dibawa ke kasir.

Ironis. Itulah yang terpikir olehku saat selesai membaca buku ini, kurang dari satu jam yang lalu. Melalui kehidupan di Peternakan Binatang—itulah nama peternakan tersebut saat pergantian kekuasaan telah terjadi, kita akan melihat bagaimana para binatang yang awalnya ada pada tujuan yang sama, seiring berjalannya waktu berujung pada hilangnya kesetaraan di antara mereka dengan naiknya kepemimpinan para babi cerdas, Snowball dan Napoleon.

Rasanya topik yang diangkat dekat sekali dengan kehidupan dan tragedi-tragedi yang terjadi belakangan ini. Bagaimana kekuasaan melenakan Napoleon dan para pengikutnya yang dengan mudah memanipulasi segala hal, bahkan pikiran korban mereka demi kemakmuran para babi. Sangat mengingatkan kita terhadap karakter manusia, kan?

Yang paling kusayangkan adalah nasib Boxer, dia the real hero dalam cerita ini. Rela menggerakkan seluruh kekuatannya demi masa tuanya saat pensiun nanti, yang tak lebih dari sekadar janji palsu.

Kaki empat baik, kaki dua jahat. 
Itulah moto awal yang dipegang teguh para penghuni peternakan.

Di saat para binatang dalam buku ini sekali pun tidak mau terlihat menyerupai manusia, lantas mengapa, masih banyak dari kaum kita yang justru bertingkah menyerupai mereka?

Namun, bukan itulah poin utama dalam buku ini. Karena justru pemberontakan penting adalah yang terjadi di antara binatang itu sendiri, bukan dengan manusia seperti tujuan awal mereka.

Kritis. Pesan di buku ini sangat kuat meski tidak disampaikan secara gamblang. Sebagaimana Animal Farm merupakan novel alegori politik yang akan mengajak pembaca untuk fokus menyadari, bahwa hingga saat ini, perbudakan masih terus berjalan di segala macam bentuk kepemimpinan manapun.

Lalu, apakah saat ini kita sudah benar-benar merdeka? 

1 komentar:

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS